Senin, 02 November 2009

Guru Saya : Sirhan !

Cerita pertama : DNA Guru Bisa Menular ?

Sudah sekian tahun saya jadi guru. Baik yang resmi (maksudnya mengajar di sekolah formal) atau yang tidak resmi macam ngisi halaqoh, majelis taklim atau sedikit gaya jadi trainer-traineran. Rupanya ini garis hidup yang harus saya lewati, tafsir nyata kata bijak kuno 'setinggi-tinggi bangau terbang akhirnya ke kubangan juga'.

Betapa tidak. Saya yang dulu menolak masuk IAIN seperti keinginan kakek yang seorang kyai kampung itu -- agar kelak jadi guru seperti beliau --, lalu mbalelo masuk jurusan ilmu politik karena waktu kecil pernah kepingin jadi dubes, eh ternyata jatuh ke 'kubangan' bernama dunia pendidikan. Jadi guru juga kan akhirnya. Sampai ada teman yang iseng, gelar SIP saya yang mestinya Sarjana Ilmu Politik, diplesetkan jadi Sarjana Ilmu Pendidikan.

Sekali lagi, ini memang garis hidup. Dari ayah, ibu, kakek, buyut dan seterusnya ke atas, ternyata mbulet di profesi pendidikan. Kalaupun ada (bahkan banyak) yang semacam pindah jalur dari guru ke politik (jadi lurah, camat atau tentara) ya sambilan mereka juga pendidikan.
Ndilalah, punya istri yang kuliah di jurusan antropologi, lha kok ya 'tega-teganya' diterima jadi PNS guru SMA.

Fenomena istri saya ini agak aneh. Kalau tidak salah, setahu saya, tidak ada riwayat keluarganya yang jadi guru. Jangan-jangan, mungkin karena sekian tahun dekat dengan suami yang mengalir darah guru, istri saya semacam ketularan. DNA-nya (atau apalah istilah yang tepat untuk ini) yang mestinya jadi pejabat atau ambtenaar, berubah jadi DNA guru. Semoga besuk-besuk ada penelitian tentang hal ini...

Jika saja benar garis hidup bisa 'menular', kapan-kapan saya jadi ingin satu dua anak saya ketularan DNA profesi lain. Jangan semua jadi guru lah. Bayangan saya ada yang jadi dokter (dulu setiap orang tua 'ngudang' anaknya besuk jadi dokter yang numpak helipkopter), jadi pengusaha, atau bahkan politisi (yang jujur, jangan politisi busuk !). Mungkin, salah satu media penularanya adalah untuk sekian waktu tertentu anak-anak saya tadi numpang atau sering berinteraksi dengan orang-oarang yang profesinya saya sebut tadi.

Ya semacam magang gitulah. Atau ngenger. Masalahnya, ada nggak di antara kita, para orang tua, yang mau dingengeri ?

**bersambung..pokoknya nulis dulu..biar nggak lupa karena kebanyakan fesbukan..*